Air Mata di Madrasah: Guru Honorer SBB Berjuang untuk Hak yang Terabaikan

  • Bagikan

Piru,Maluku, Nusantaraharian.com – Ratusan wajah penuh harap dan lelah, namun tak gentar, membanjiri Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) di Kota Piru. Pada Kamis 25 September 2025.

Mereka adalah para pahlawan tanpa tanda jasa, guru-guru honorer madrasah yang selama ini mengabdi dengan sepenuh hati, mencerdaskan anak bangsa hingga ke pelosok-pelosok terpencil Seram Bagian Barat.

Hari ini, suara mereka bergemuruh, bukan lagi dalam bisikan doa di ruang kelas, melainkan dalam jeritan tuntutan keadilan yang pilu.

Aksi unjuk rasa ini adalah puncak dari penantian panjang dan ketidakpastian yang membelenggu nasib mereka. Para guru honorer ini datang dengan satu tujuan: menuntut agar mereka diakomodir secara adil dalam program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Kami juga tenaga pendidik! Kami juga mencerdaskan anak bangsa! Mengapa kami selalu dianaktirikan?” teriak salah seorang orator, Askar S.Pd, dengan suara bergetar menahan emosi.

Selama bertahun-tahun, mereka telah mengorbankan waktu, tenaga, bahkan materi pribadi demi memastikan generasi penerus bangsa mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka adalah garda terdepan di madrasah-madrasah, namun status mereka tetap “honorer”, jauh dari kepastian dan kesejahteraan yang selayaknya.

“Guru swasta berhak untuk diangkat menjadi PPPK atau ASN, sama seperti para guru di bawah Kementerian Pendidikan. Kami bukan nomor dua!” tegas La Ode Arafa, orator lainnya, yang disambut sorakan setuju dari massa. Spanduk besar bertuliskan “PERSATUAN GURU SWASTA MENGGUGAT” menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Di bawahnya, tertulis jelas tiga tuntutan yang menjadi denyut nadi aksi ini:

1. BERIKAN KESEMPATAN YANG SAMA BAGI GURU SWASTA MADRASAH DALAM PROGRAM PPPK/ASN GURU.

2. GURU SWASTA BUKAN NOMOR DUA! PPPK ADIL UNTUK SEMUA.

3. KUOTA KHUSUS PPPK/ASN UNTUK GURU SWASTA MADRASAH.

Korlap aksi, La Daka S.Pd, dengan mata berkaca-kaca, mengungkapkan bahwa aksi ini adalah wujud keputusasaan sekaligus harapan.

“Kami hanya ingin diakui, dihargai pengabdian kami. Kami butuh kepastian untuk masa depan kami dan keluarga,” ujarnya.

Meskipun tuntutan mereka telah disampaikan langsung kepada Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag SBB, H. Ikhsan Narahubun, hati para guru honorer ini masih diselimuti harap-harap cemas.

Akankah suara hati mereka didengar? Akankah pengabdian tulus mereka akhirnya berbuah keadilan? Pertanyaan ini menggantung di udara Piru, menanti jawaban dari pihak berwenang, sembari para guru honorer ini kembali ke madrasah-madrasah mereka, melanjutkan perjuangan mencerdaskan anak bangsa dengan status yang masih belum pasti.(HN01)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *