Kabakomstrada Demokrat Maluku: Pemberitaan Media SBB ke Bupati Tidak Beretika dan Langgar Kode Etik

  • Bagikan

Ambon, Nusantaraharian.com- Kepala Badan Komunikasi Strategis Daerah (Bakomstrada) Partai Demokrar Maluku, Jonathan Madiuw menyesalkan pemberitaan media elektronik lokal di Seram Bagian Barat (SBB) yang terkesan tendensius dan tidak beretika dalam menyajikan pemberitaan terkait Bupati SBB, Ir. Asri Arman MT.

Kepada wartawan, dalam keterangannya yang disampaikan Jumat, 18 September 2025 di Ambon, wartawan senior Maluku ini mengakui di era digital ini memang banyak sekali muncul media elektronik dan tidak sedikit yang mendirikannya dengan tujuan tertentu sehingga terkadang mengesampingkan etika jurnalis.

Apalagi wartawan yang direkrut pun asal-asalan. Sama sekali belum memenuhi kuwalifikasi kewartawanan di tingkat paling bawah sekalipun.

“Bayangkan, kata dia, ada media yang menulis bahwa Bupati SBB Bodoh. Ini sudah sangat keterlaluan dan melanggar kode etik jurnalis,” kesalnya.

Kok bisa, kata Madiuw, ada orang yang menyebutkan kepala daerah bodoh. Lalu ada media yang tanpa menggunakan penyaring kode etik menyajikannya mentah-mentah.

“Kalau bodoh, tidak mungkin seseorang bisa jadi kepala daerah. Bahkan sekelas pak Asri Arman, kader utama Partai Demokrat yang sudah 3 periode di DPRD provinsi. Lalu apakah orang yang mengomentari itu pintar, dan bisa lebih pintar dari pak Asri Arman? ” tanya dia.

Ditambahkan, kode etik jurnalis mestinya menjadi pedoman karena didalamnya mengatur perilaku moral dan profesional wartawan dalam menjalankan tugasnya untuk memastikan kebenaran, akurasi, dan keberimbangan berita, serta menjaga integritas profesi dan kepercayaan publik.

Faktanya, kebanyakan wartawan, apalagi pemilik media dengan niat tertenru, sering menempatkan diri sebagai orang yang benar dan berlindung di balik UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal banyak juga yang belum layak disebut sebagai media yang sah.

“Saya mau tegaskan, yang disebut sebagai media yang sah dan benar adalah media yang memenuhi ketentuan perizinan badan hukum, misalnya PT biasa, bukan PT perseorangan, memiliki modal yang cukup, terdaftar dan terverifikasi oleh Dewan Pers, serta mematuhi etika jurnalistik dan hukum yang berlaku dalam setiap pemberitaannya,” pungkas Madiuw yang juga Wakil Pimpinan Redaksi salah satu media ternama di Maluku ini.

Selain itu, bebernya lagi, selain syarat mutlak perizinan dari Dewan Pers, media tersebut juga wajib terdaftar dan mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kumham), memiliki NPWP, dan memiliki izin lainnya yang relevan dengan jenis media. 

“Jadi kalau diletakan pada porsinya, banyak media yang belum memenuhi syarat sebagai media yang sah. Nah mereka ini tidak bisa berlindung di bawah undang-undang Pers. Produk yang dihasilkan belum bisa disebut sebagai karya jurnalistik sehingga bisa saja diproses hukum pidana,” ungkapnya.

Kendati begitu, Kabakomstrada Demokrat Maluku ini menyarankan agar persoalan ini diselesaikan dengan baik hingga tuntas dengan tidak mengesampingkan pembelajaran dan pendidikan agar kedepan tidak terulang lagi.

“Saya harpakan keterlibatan organisasi kewartawanan, semisal PWI dan AJI untuk terlibat melakukan pendidikan peningkatan kapasitas wartawan di Maluku termasuk di daerah, juga di SBB, agar para wartawan dadakan bisa dididik menjadi profesional. Tidak hanya “hantam keromo” dalam pemberitaan, “harapnya.

Khusus untuk SBB, Madiuw juga meminta keterlibatab pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kapasitas wartawan di Kabupaten Saka Mese Nusa itu.

“Yah, bisa saja, Pemkab SBB menggandeng LSM atau PWI, AJI serta organisai profesi watawna lain untuk melakukan pelatihan atau uji kompetensi wartawan (UKW) agar wartawan dan media massa di daerah itu bisa terkontrol dan tetap berada pada relnya,” kata Madiuw yang juga Juru Bicara Digital Infrastruktur dari Masyarakat Asta Cita Indonesia (MACI) ini. (NH02)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *